Selasa, 23 September 2008

Celoteh


Pertengkaran Anak Kandung Budaya

Oleh : Rara Handayani

Kebudayaan merupakan manifestasi yang lahir dari budi serta aktualisasi dari kebebasan manusia menjadikan misi tuhan sebagai budaya. Demi pembentukan budaya kita membutuhkan berbagai mediator misal sebentuk ucapan, tulisan, gerak tubuh, dan pengungkapan lainnya. Pangungkapan bahasa sesuai dengan jalur kehidupan sosial bisa melahirkan budaya. Jika pengungkapan budaya tidak sesuai dengan tatanan kehidupan di daerah tersebut sudah tentu terjadi bentrok budaya dengan budaya Ibu melahirkan sebelumya.

Bentrokan manusia sebagai anak budaya dengan budaya Ibu yang membimbing adalah hal yang tak langka lagi terjadi. Seperti yang pernah terjadi pada mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Mereka melihat kenyataan lingkungan di IAIN yang tidak sesuai dengan bahasa budaya IAIN yang diajarkan. Kemudian mereka mengatakan “ Anjinghuakbar” dan mengatakan “Selamat Datang Di Kampus Anti-Tuhan. Ungkapan mereka itu lahir sebentuk kekesalan dan frustasi terhadap kampusnya. Dan ungkapan itu lahir dikarena budaya yang ada. Sehingga mereka telah menjadi anak dari budaya itu sendiri. Lalu siapakah dalam hal ini yang pantas di salahkan ? Apakah mereka-mereka yang melahirkan budaya buruk IAIN atau anak yang memplesetkan “Anjinghuakbar”…Atau budaya yang menjadi ibu dan guru (Alam Takambang Jadi Guru). Dan tentu kita menyesalkan kenapa hal itu mesti terjadi ?

Lalu di mana kehadiran tuhan yang menjelma sebagai sabda yang mengatur hidup kita ? Meminjam ungkapan Komaruddin Hidayat, bahasa bukan sebagai media informasi melainkan sebuah realitas ontologis y ang bereksistensi dan tumbuh dalam panggung sejarah. Penilaian Komaruddin yang bermaksud mengungkap bahasa sebagai penyebab timbulnya budaya adalah benar. Tapi, bukankah Allah menyuruh kita untuk menggunakan akal untuk berfikir kenapa kita harus masuk kedalam realitas yang tidak kita sukai ? Dan di sinilah letak kelemahan manusia. Di sinilah kita sebagai manusia yang di beri akal diuji…!

Seperti yang diungkap Ahmad DZ dalam Puisinya:

Kita adalah

‘ion’

Energi yang di beri

Akal

Karunia

Maka,

Beryukurlah

Di sana Ahmad DZ mencoba menyampaikan kalau akal yang merupakan energi yang di berikan Allah adalah karunia yang disyukuri. Dan jika kita benar-benar mensyukuri semua itu tentu kita akan memahami makna kemunculan Avatara atau nabi-nabi suci utusan tuhan yang bertugas menyampaikan firmannya. Dan tidak menentang hukum keseimbangan kosmik seperti yang dikatakan Ian Steward dalam bukunya Does God Play Dice ?The Matematics of Chaos (1993). Di sana Ian memandang bahwa, mengingkari tuhan sama halnya dengan melawan hukum keseimbangan kosmik, baik dalam skala besar maupun jagat kecil. Misalnya peristiwa Global Warming yang terjadi sekarang yang terjadi karena ulah manusia sendiri yang melawan jagat semesta sehingga ozon menjadi bolong dan sebagian es di kutub mulai mencari perlahan…perlahan…dan perlahan. Sehingga bukan tidak mungkin suatu saat nanti kita yang sok di daratan akan tenggelam dibuatnya.

Pandapat Steward ini yang mencoba melihat dari sisi ilmiah jagat semesta adalah untuk mengajak kita berfikir tentang bahaya melanggar keseimbangan kosmik. Jika keseimbangan kosmik terancam sudah tentu semua makhluk di muka bumi akan celaka. Bukankah Allah menyuruh kita untuk menjadi khalifah yang menjaga bumi untuk yang fana ini. Bagaimana mungkin kita bisa menjaga bumi sementara antara kita saling berbenturan Budaya dan saling mengutamakan ego. Sampai kapan kita bersipekak dalam hal ini. Kita adalah sama-sama makhluk tuhan yang di berikan akal. Kenapa kita menjadikan perbedaan itu sebagai permusuhan ? Sampai kapan kita mau menjadi anak haram dari budaya karena kita lahir membuat kekacauan. Budaya mengutuk kita…! Kenapa kita harus saling bertengkar [ FBI (Fron Pembela Islam) vs AAK-BB ( Aktivis Aliansi kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan)]. Apa tidak ada cara mempertemukan pendapat yang lebih baik dari anarkitis. Lalu apa artinya “Bineka Tunggal Ika itu ?” Haruskah kita tunggu kemurkaan Allah yang maha benar, baru kita sadar.

Rasul SAW tidak pernah menyuruh kita saling bantai…saling bertengkar…! Dan tidak ada orang yang menginginkan semua itu, kecuali orang-orang yang egois…picik…dan paling benar. Dan sampai kapan kita membiarkan penyakit “Sklerosis sok” paling benar di otak kita. Sampai kapan kita bisa bercanda dengan budaya Ibu kandung yang membesarkan kita sebagai muslim dengan tenang.

Sastra populer


Sastra populer

Oleh: Rara Handayani

PENDAHULUAN

Analisis wacana maupun analisis isi (kualitas) sebuah karya yang muncul di media-media massa, muncul dengan berbagai pola pandang. Analisis ini merujuk pada usaha pencarian makna dalam tanda-tanda dan simbol yang terkandung di dalam suatu produk kebudayaan semisal karya sastra. Analisis tersebut akan melahirkan persepsi terhadap sebuah karya yang didalamnya terkandung berbagai nilai yang menarik bagi penikmat sastra.

Pendekatan macam ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya makna, nilai, simbol dan ideologi dalam artefak kebudayaan melalui pengamatan terhadap instrumen formal dalam teks sastra, misalnya, gaya bahasa, struktur naratif, sudut pandang, dan lain-lain. Akan tetapi ada juga konsumen sastra yang menyukai sebuah sastra karena nilai fantastis atau daya tarik karya tersebut. Nilai ini biasanya tergantung pada selera masing-masing.

analisis teks sastra kebanyakan menghubungkan tema karya sastra dengan wacana-wacana sebagai konteks yang ada dalam kehidupan dan juga estetika yang didasarkan pada kesenangan-kesenangan pembaca ketika mereka berhadapan dengan teks. Sehingga pembaca tertarik dengan karya tersebut.

Dalam kasus karya sastra, studi resepsi memungkinkan kita untuk dapat mengetahui bagaimana sebuah teks sastra diberi makna oleh pembacanya. Sastra, selama ini masuk dalam wilayah seni tinggi, yang sering dihadapkan secara berkebalikan dengan novel-novel populer. Dalam kebanyakan studi kebudayaan, keterkaitan antara teks dalam novel pop dengan pembaca memang menjadi tema yang menarik, mengingat novel-novel pop tersebut selama ini lekat dengan stigma hiburan, ringan dan memanipulasi emosi pembaca. Novel pop, sama halnya dengan film-film drama yang romantis. Dianggap menjadi salah satu hal yang membentuk impian perempuan terhadap kisah cinta yang romantis dan dramatis.

Dalam studi resepsi terhadap karya-karya sastra (kanon), tampaknya semangat “perlawanan” dan negosiasi ini atas makna-makna kultural tidak muncul sebagai sesuatu yang ditonjolkan betul. Karena dianggap hasil kebudayaan yang lebih bermutu dan serius, sastra jenis ini dinilai lebih bisa mewakili realitas kehidupan masyarakat sekaligus menjadi refleksi sosial.

nilai-nilai dominan yang direpresentasikan produsen, seperti pada studi atas budaya (termasuk di dalamnya sastra) pop, melainkan, menurut hemat saya, adalah bagaimana para pembaca memaknai peristiwa-peristiwa dan gagasan-gagasan yang dihadirkan dalam sebuah karya sastra, dan apakah pada akhirnya terbuka ruang-ruang dialog antar para pembaca itu sendiri. Sehingga kritisme pembaca terhadap realitas sosial bisa mendapatkan ruang yang cukup memadai? Sehingga konsumen pengunyah sastra menyukai sastra tersebut.

Perkembangan industrialisasi (produksi, komunikasi dan konsumsi massa) berperan besar dalam memberikan ruang bagi tumbuhnya `sastra massa’ atau `sastra populer’, yaitu bentuk-bentuk sastra yang mempunyai akar pada kebutuhan, cara berpikir, pengetahuan, problematika dan selera orang-orang kebanyakan (people). Sastra macam ini menjadi bagian dari `industri budaya’ (culture industry), yang diproduksi untuk massa yang luas melalui pola-pola industrial. Ada semacam proses `kapitalisasi’, di mana sastra—dengan sengaja atau tak disengaja—menjadi tempat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, di dalam sebuah `komodifikasi budaya’ (commodification of culture).

Konstruksi sastra sebagai bagian `industri budaya’, telah mengkhawatirkan kalangan kritikus sastra akan terciptanya sastra yang berbasis pada logika industri. Tentu saja, karya sastra—atau produk-produk kebudayaan lainnya—tidak dapat disamakan dengan barang-barang industri. Akan tetapi, logika industri itu setidak-tidaknya ikut mempengaruhi perkembangan strategi, bentuk, gaya, dan kandungan isi karya-karya sastra. Tekanan agar karya sastra dapat diterima, diapresiasi, dipahami dan dikonsumsi oleh massa yang luas agar memaksimalkan keuntungan ekonomi, telah mendorong ke arah bentuk-bentuk sastra yang disesuaikan dengan selera massa itu sendiri.

ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI

Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan. Mereka adalah:

  1. Ikal
  2. Lintang; Lintang Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara
  3. Sahara; N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani Fadillah
  4. Mahar; Mahar Ahlan bin Jumadi ahlan bin Zubair bin Awam
  5. A Kiong;Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman
  6. Syahdan; Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor Aziz
  7. Kucai; Mukharam Kucai Khairani
  8. Borek aka Samson
  9. Trapani; Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham Jamari
  10. Harun; Harun Ardhli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan

Mereka bersekolah dan belajar pada kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP, dan menyebut diri mereka sebagai Laskar Pelangi. Pada bagian-bagian akhir cerita, anggota Laskar Pelangi bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan. Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.

Laskar Pelangi adalah karya pertama dari Andrea Hirata. Buku ini segera menjadi Best Seller yang kini kita ketahui sebagai buku sastra Indonesia terlaris sepanjang sejarah.

Cerita terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.

Mulai dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah!

Mereka, Laskar Pelangi - nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi - pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini!

Suatu hal yang menarik dalam novel ini adalah Dalam novel yang berjudul Laskar Pelangi ini penulis mengisahkan sebuah cerita tentang arti persahabatan, tidak hanya persahabatan saja yang diceritakan oleh penulis, tetapi juga berbagai pengalaman dan imajinasi yang menarik serta berbagai pengorbanan dan semangat seseorang yang selalu dihadang kesulitan untuk mencapai cita-citanya. Dan masih banyak lagi hal lain yang dialami sang tokoh. Dalam konteks ini kemiskinan merupakan masalah utamanya. Pada umumnya anak-anak yang tinggal di Belitong yang bersekolah di Muhammadiyah adalah anak-anak melayu yang miskin, namun walaupun demikian semangat dan kemauan mereka untuk bersekolah sangat tinggi. Mereka sangat bersyukur karena masih bisa diterima di sekolah Muhammadiyah, salah satu sekolah yang ada di pulau itu.

Rekaman sastra seperti noverl memberikan berbagai macam gambaran kehidupan masing-masing tokoh. Gambaran kehidupan berbeda-beda walaupun sebuah novel itu dikarang oleh pengarang yang sama. Hal itu tergantung pada alur cerita yang dibuat, karena dari alur cerita kita bisa mengambil kesimpulan yang akhirnya bisa menimbulkan berbagai persepsi dari pembaca.

Novel ini dimulai dengan menceritakan sekolah kampong yang paling miskin di Belitong. Sekolah tersebut merupakan sebuah sekolah yang sangat berarti bagi 11 anggota kelompok Laskar Pelangi dalam novel ini. Sekolah yang sederhana dan serba kekurangan ini memberikan kekuatan bagi kelompok Laskar Pelangi. Para guru di sekolah ini membawa kesan yang mendalam yang secara lansung tidak bisa dilupakan oleh kelompok siswa ini. Guru-guru yang mengajar mereka seperti Bu Mus dan Pak Harfan Efendi membuat mereka akan selalu mengingat jasa beliau, dengan pengorbanan dan semangat yang menggebu-gebu diberikan membuat mereka merasa lebih berani dan tertantang melakukan sesuatu hal yang baru. Sekolah dan jasa guru di sekolah ini membawa kenangan mais bagi mereka, yang pada akhirnya membawa AKU pernah menginjakkan kaki di Almamater Sarbone, sampai berjaya.

PENUTUP

Perkembangan bentuk-bentuk sastra yang berbasis selera massa, produksi massa dan konsumsi massa telah menimbulkan berbagai kontradiksi menyangkut standar ukuran, metode penilaian (judgement), penerimaan (reception) dan otoritas dalam pengelolaan, penilaian dan penyaringan karya sastra. Muncul berbagai kontradiksi antara bakuan-bakuan penilaian sastra sebagaimana dikembangkan oleh
lembaga-lembaga yang selama ini dianggap mempunyai otoritas penilaian (perguruan tinggi, dewan kesenian) dan model konsumsi, pembacaan (reading) dan pemaknaan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Muncul kontradiksi untuk mengatakan mana sastra yangN ‘baik’ dan yang ‘buruk’ atau ‘populer’ tidak ‘popeler’.

Istilah budaya massa juga sering disamakan dengan istilah `budaya populer’ (popular culture), disebabkan kata `populer’ juga menunjuk pada pengertian `rakyat kebanyakan’ dan standard estetik rendah. Misalnya, novel populer atau majalah populer, yang dianggap bermutu rendah, untuk membedakannya dengan novel atau majalah bermutu tinggi dan dalam. Budaya populer menunjuk pada budaya dengan standard rata-rata dan selera orang biasa (ordinary people) yang diproduksi
secara massal, untuk membedakannya dengan budaya elit atau kelas atas, yang diproduksi secara khusus. Dalam hal ini, kata `populer’ biasanya dikaitkan dengan kelompok mayoritas yang dikendalikan oleh kelompok elit tertentu di dalam sebuah pola industri budaya.

Sastra dan budaya populer dibangun setidak-tidaknya oleh tiga prinsip. Pertama, imajinasi populer (popular imagination), yaitu imajinasi dan fantasi-fantasi bersifat murahan, picisan, banal, vulgar tentang cinta, nasib, gaya hidup, sebagai cara menarik perhatian `massa populer’. Kedua, komunikasi populer (popular discourse), yaitu berbagai bentuk komunikasi bersifat dangkal, permukaan, menghibur ketimbang mencerahkan dan memberi wawasan pengetahuan. Ketiga symbol populer (popular symbol), yaitu simbol-simbol tentang kecantikan, kegagahan, kesuksesan, kebahagiaan bahkan kesalehan, yang ditampilkan pada tingkat permukaan.

bumi

BUMI

Bumi,

Izinkan aku lebih dekat lagi denganmu

Menyentuhmu dan memelukmu

Agar kubisa merasakan deritamu

Yang menggema diberbagai penjuru mata angin

Bumi,

Izinkan aku lebih dekat lagi denganmu

Merasakan dan meresapimu

Agar aku bisa mendengar rintihanmu

Yang memecah tebing – tebing pantai

Bumi,

Izinkan aku lebih dekat lagi dengan mu

Merasakan kesat dan kelam mu

Agar aku bisa memahami

Dan mengerti perasaanmu

Padang, 19/07/2008

Musim



MUSIM

Waktu…

Biarkan menjamah segala kesah

Seperti air yang membelai kekeringan

Mengharap pada salju tak kan pupus segala kesah

Hanya menambah kebekuan pada kerangka jiwa

waspadalah pada daun-daun yang dihempaskan angin muson

Biarkan musim ini menyuguhkan sarapan untukmu

Kenyang kan membuatmu bisa jalan dengan kuat

Menembus cahaya siang dan pekatnya malam

padang Juli 2008